Setiap tahunnya, selama bulan Ramadan, hanya takjil kolak biji salak buatan tetanggaku yang kunanti. Ketika azan berkumandang, beduk ditabuh bertalu-talu, dan doa berbuka puasa dipanjatkan, kolak buatan Rina yang cantik itu sudah siap untuk kusantap.
Sore itu, Ramadan hari ke-18, rumahnya sudah banyak orang. Luar biasa pikirku. Banyak sekali ternyata yang menyukai kolak biji salak buatan Rina.
“Mbak, antri beli kolak juga ya?” tanyaku pada seorang wanita di depan rumahnya.
“Nggak, Mas. Loh belum tahu ya? Rina ditemukan meninggal di dapurnya tadi siang. Kolaknya tumpah berceceran di lantai dapurnya”.
Aku diam terpaku memikirkan harus berbuka puasa pakai apa hari itu.
Tinggalkan komentar