Seminggu yang lalu, istriku kesakitan di bagian pinggangnya dan di bawah perutnya. Kami memutuskan untuk pergi ke dokter internis dekat rumah. Setelah diperiksa dan diUSG, ternyata ada batu di ureter kirinya. Batu itu hampir 1,5 hingga 2 kali biji jagung, tersangkut di muara kandung kemih. Kesimpulan dari pertemuan dengan dokter, batu itu harus diambil secepatnya. Ada beberapa alternatif, ditembak dengan laser, diambil dengan semacam penjepit melalui lubang kencing, atau dioperasi bedah lewat perut. Akhirnya kami dirujuk ke RS Medika Permata Hijau (Ananda) di daerah Kebayoran Lama (yang pelayanannya belakangan kami dapati kurang memuaskan, dari lift pasien rusak, bel pasien yang kabelnya lepas, dan profesionalisme sebagian suster yang tidak ramah dan tidak membantu kesembuhan pasien).
Akhirnya, Senin lalu kami masuk rumah sakit, dan istriku langsung dioperasi. Karena tidak bisa diambil lewat lubang kencing, akhirnya terpaksa dioperasi. Menyilang, beririsan dengan bekas operasi sesar dua tahun lalu. Sampai hari ini, istriku masih dirawat untuk penyembuhan dan menunggu selang di dalam tubuhnya diambil dokter yang sempat dipasang ketika operasi.
Yang paling berat adalah anak kami, Muhammad Rayyan Ramadhan yang biasanya setiap malam sebelum tidur minum ASI. Wah dua malam pertama, menangis dan menjerit mencari ibunya. Ayah dan Ibuku tidak bisa meredam tangisnya yang memilukan. Alhamdulillah, hari ketiga, aku bisa membujuknya sambil bermain hingga lelap tidur.
Wah, kesehatan itu mahal sekali. Dari diskusi dengan dokter, batu itu bisa muncul karena beberapa hal seperti :
- sering menahan buang air kecil
- terlalu banyak minum susu untuk tulang
- kurang minum air putih
- kurang berolahraga
- terlalu banyak bayam atau kangkung (mengandung banyak oksalat)
- faktor keturunan (termasuk orang yang bersifat stone producer, mending money producer hehehe)
Yang jelas, ketika SK dari Allah SWT turun, hanya dengan batu kecil saja sudah bisa membuat manusia tak berdaya. Apalah artinya kita, dibandingkan kekuasaan Sang Pencipta. Yang jelas kami mencoba untuk bersabar dan terus berikhtiar dalam proses penyembuhan ini.
![]() |
How Poor We Are | May 6, ’05 3:32 AM for everyone |

Anonymous writes…
“One day a father of a very wealthy family took his son on a trip to the country with the firm purpose of showing him how poor people lived.
They spent a couple of days and nights on the farm, of what would be considered a very poor family.
On their return from their trip, the father asked his son,
“How was the trip?”
“It was great, Dad.”
“Did you see how poor people live?” asked the father.
The son answered: “I saw that we have one dog and they have four.
We have a pool that reaches to the middle of our garden; they have a creek that has no end.
We have imported lanterns in our garden; they have the stars at night.
Our patio reaches to the front yard, they have the whole horizon.
We have a small piece of land to live on; they have fields that go beyond their sight.
We have servants to serve us, but they serve others.
We buy our food, but they grow theirs.
We have walls around our property to protect us; they have friends to protect them.”
The father was SPEECHLESS.
Then his son added, “Thanks, Dad, for showing me how poor we are!”
Isn’t perspective a wonderful thing? Makes you wonder what would happen if we all gave thanks for everything we have, instead of worrying about what we don’t have.
Appreciate every single thing you have, especially your friends.”
Rumahku Istanaku | Apr 15, ’05 12:41 AM for everyone |
Dalam hati saya membayangkan, bagaimana jika saya yang tinggal di sana. Bila malam kedinginan, tidak ada televisi, laptop, atau dvd. Yang terdengar hanyalah gemericik air sungai dan suara bambu saling berbenturan ditiup angin. Tidak ada pewangi ruangan, tidak ada aroma terapi yang dibakar dengan lilin khusus dari Body Shop. Yang tercium hanyalah bau sampah yang lewat dari warga yang tidak peduli dengan kebersihan.
Sementara itu, ketka saya melewati jembatan penyeberangan, saya melihat apartemen Da Vinci yang luar biasa megah. Di pintu masuk ada pintu detektor bom, di sambut penjaga apartemen yang ramah, dan aku bayangkan, betapa luksnya interior kamar di dalamnya. Dari jacuzzi hingga fitness center, dan berbagai fasilitas kemewahan lainnya.
Tapi, boleh jadi hati pemilik rumah di pinggir kali itu lebih luas daripada hati si penghuni apartemen. Boleh jadi si pemilik rumah di pinggir kali lebih bahagia daripada si penghuni apartemen. Dan ketakwaan di rumah kecil, bisa jadi lebih besar daripada mereka yang tinggal di rumah besar.
Sesungguhnya, bukan isi rumahnya yang menentukan. Tapi penghuninyalah yang menghidupkan rumahnya, dengan berkah Tuhan atau justru laknat Tuhan.
![]() |
Toilet | Apr 1, ’05 4:39 AM for everyone |
Apakah setelah kita keluar, kita angkat tutupnya? Agar orang yang akan duduk setidaknya tidak begitu basah? Apakah banyak sisa rokok berceceran? Apakah sudah disiram? Apakah air membasahi lantai atau bahkan nyaris mirip Tsunami?
Meski toilet identik dengan kotoran, tapi bisa mencerminkan seberapa peduli anda terhadap orang lain, yang sharing resource tersebut. Ini juga berlaku buat kamar tidur yang berdua dengan orang lain, rumah dengan tetangga, dan seterusnya.
Mana yang biasa anda tinggalkan? Toilet terbuka atau tertutup?
![]() |
What would be it like… | Mar 30, ’05 8:34 PM for everyone |
What would be it like… when you realize that you no longer can touch the computer
What would be it like… when you realize that you’ll ne
ver be able to write any blogs anymore
What would be it like… when you realize that you’ll never be able to pray anymore
What would be it like… when you realize that everyone you love no longer be with you anymore
What would be it like… when you realize that you don’t feel hungry anymore
What would be it like… when you realize that you are all alone…