Beberapa menit yang lalu, setelah membayar seporsi sate padang Ajo Ramon di depan Pasar Santa, saya memesan GO-JEK untuk membawa saya ke Stasiun Palmerah. Saya lirik foto pengemudinya di aplikasi, sebut saja Tono, berbadan cukup gempal dan berewokan. Mirip Syeh Puji.
Telepon genggam saya tidak lama kemudian berdering dengan ring tone Mission Impossible edisi Banana Minion.
“Pak, saya sudah di Pasar Santa”, katanya.
“Saya di depan Sate Padang Ajo Ramon, Mas. Ke sini ya!”, jawab saya.
Tak lama kemudian ia muncul tanpa mengenakan jaket kebesaran Gojek yang berwarna hijau itu. Tanp disangka wajahnya tidak mirip dengan yang ada di foto dan tubuhnya jauh lebih kecil.
“Loh, kok beda dengan di foto Mas?”, tanya saya.
“Saya anaknya Pak Tono, Pak.”
“Loh.. Bapaknya ke mana?”
“Beliau sakit Pak. Demam karena kehujanan dan biasanya ambil sewa malam. Saya menggantikan beliau.”
Entah kenap di titik itu saya tidak melihat seseorang melanggar aturan perusahaan Gojek. Saya yakin manajemen Gojek tidak akan mengizinkan ID pengemudi digunakan oleh orang lain, meski itu anak kandungnya. Jika ada masalah, reputasi Gojek dipertaruhkan oleh orang yang mungkin tidak layak menjadi pengemudi Gojek karena untuk menjadi pengemudi atas nama perusahaan besar seperti ini pasti ada pelatihan dan syaratnya. Saya bisa menolak order kali ini dan bisa mengancam untuk melaporkannya kepada pihak manajemen Gojek. Entah kenapa nurani saya melihatnya sebagai seorang anak yang berbakti dan mencoba menyambung hidup untuk sedikit membantu dapur ibunya dan membeli obat untuk ayahnya. Saya teringat diri saya waktu SMA dulu. Mulai bekerja mencari uang tambahan buat kos dan makan dengan memberikan les kepada anak SD. Kuliah dulu nyambi ngajar Visual Basic di Nurul Fikri Mampang, dekat si pengemudi ini tinggal.
“Pak, saya tidak tahu jalan ke sana”
“Sudah gak papa. Kita pakai Waze saja.”
“Bisa ya, Pak?”
“Iya..saya juga tidak terlalu hapal.”
Suara Septi dalam Bahasa Indonesia mulai cerewet memberi tahu kapan mesti belok kanan dan kiri.
Tiba-tiba di lampu merah depan Bundaran Senayan seorang polisi menghentikan kami.
“Mas, ini jalur cepat. Harusnya ambil sebelah kiri di jalur lambat. Parkir dulu motornya di depan lalu masuk ke kantor dulu”, kata Polisi tadi.
Saya menunggui motor sementara anak itu masuk pos. Beberapa waktu kemudian dia muncul.
“Ditilang, Mas?”, tanya saya penuh selidik.
“Nggak Pak. Kondangan saja”.
Oh ini toh istilah lain dari salam tempel atau damai itu indah.. Kondangan tapi tanpa mempelai.
“Kena berapa?”, tanya saya.
“Tadinya dia sebutkan semua pasal pelanggaran saya Pak. Lalu dia bilang bayar saya seratus ribu, nanti dibantu. Saya keluarkan dompet saya, dan saya bilang kalau baru keluar, dan cuma ada 35 ribu rupiah. Saya gak percaya semuanya diambil Pak. Saya minta maaf ya Pak. Karena saya gak tahu jalan Bapak jadi terhambat seperti ini”, katanya dengan penuh hormat dan penyesalan.
Dinamika ibukota. Semua butuh uang. Ada yang berusaha dengan cara membantu orang lain, dan ada juga yang menyusahkan orang lain. Semua akan mendapatkan balasannya.
Diam-diam saya kagum kepadanya. Tidak ada umpatan. Tidak ada makian. Tetap berusaha melayani saya sebaik mungkin. Kami pun melanjutkan perjalanan. Mbak Septi kembali memberikan navigasi. Seandainya dia tahu masalah ini, dia mungkin akan minta maaf memberikan kami petunjuk untuk mobil, bukan untuk motor. Kami memaafkanmu, Septi. It is Ok.
Sesampainya di Stasiun Palmerah dia berkata dengan senyumnya, “Jadi 12 ribu rupiah Pak!”
Saya berikan uang 50 ribu rupiah, “Mas, kembalinya ambil untuk tips.”
Dia menolak, “Jangan, Pak! Tidak usah, ini salah saya”.
“Ambillah, Mas. Tidak apa-apa. Salam saja untuk Bapak, bilang semoga cepat sembuh.”
Dia begitu berterima kasih dan mendoakan saya untuk berhati-hati saat melangkahkan kaki menuju tangga stasiun.
Saya teringat QS Al Fatir ayat 2 yang tadi pagi dibahas di salah satu group WA saya.
مَّا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِن رَّحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِن بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ketika langkah kaki saya menaiki anak tangga, saya doakan ia menjadi anak sholeh yang berbakti kepada orangtuanya sembari memberikan bintang 5 kepada Pak Tono dengan pesan : Semoga cepat sembuh, ya Pak.
Alhamdulillah ya Wis diberi rangkaian peristiwa pembelajaran yang keliatannya sederhana tp penuh makna. Ada pelanggaran, kejujuran, sebab akibat, anak sholeh, kebaikan hati, ada doa juga, dst… dan juga arti kondangan tanpa mempelai itu… ga ‘ngeh’ aja aku hehehe… oh iya dan ada juga si septi yang berisik itu, bisa diganti sama yang mendesah2 hahaha…
SukaDisukai oleh 1 orang
Alhamdulillah iya Bu.. Allah SWT memberikan kita pelajaran melalui rangkaian peristiwa yang kita jalani..
SukaDisukai oleh 1 orang
Posisi nya serba bingung, saya speechless soal anak tadi. Semoga saya bisa berbakti lebih baik sama orang tua
SukaDisukai oleh 1 orang
Aamiiin YRA
SukaSuka
🙂 masyaAllah
semoga Allah senantiasa menjaga komitmen anak2 seperti dia yg penuh bakti kpd ortunya
SukaDisukai oleh 1 orang
Aamiiin Yaa Rabb..
SukaSuka
semoga mas serta anak dan bapak itu dilimpahkan rezeki oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
SukaDisukai oleh 1 orang
Aamiiin Yaa Rabb.. Jazakallahu khaer doanya ya akh..
SukaSuka