Everest (2015)


Film yang dibesut oleh Baltasar Kormákur ini merupakan visualisasi dari kisah nyata tragedi Everest di tahun 1996 yang kisahnya bisa dibaca di sini.  Pada tanggal 10–11 Mei 1996, delapan orang terjebak dalam badai salju dan tewas di Puncak Everest ketika berusaha naik ke puncaknya.

Film ini begitu ingin saya tonton karena pernah merasakan berada di dua puncak gunung yang pernah saya singgahi (jangan ngeres dulu..). Dua puncak gunung yang saya maksudkan adalah Gunung Gede dan Gunung Rinjani. Jauh berbeda dengan gunung di Indonesia, Everest tidak bisa buat main-main, Cuy. Peluang untuk pindah ke alam barzah adalah 1 dari 4 orang pendaki. Banyak pemandu yang menolak pemula yang belum pernah mendaki puncak gunung minimal 8000 meter di tempat lain. Latihan intensif selama lebih kurang dua tahun adalah syarat yang diajukan oleh beberapa profesional yang menawarkan jasa pendampingan ke atas puncaknya. Ingin merinding betapa sulitnya Puncak Everest? Coba deh baca tulisan ini.

Kembali ke filmnya, yang membuat saya suka film ini adalah film ini diambil dengan teknologi IMAX 3D sehingga besar dan indahnya gunung ini bisa dilihat dengan jelas dan menakjubkan. Beberapa adegan akan membuat beberapa penonton ngeri-ngeri sedap membayangkan jalan di atas tangga yang disambung-sambung di atas jurang menganga.

Keira Knightley yang memerankan istri Rob Hall bermain begitu maksimal meski perannya tidak di puncak melainkan sebagai seorang istri hamil tua yang menanti pulangnya sang suami dari Puncak Everest. Drama keluarga mereka yang kehilangan anggota keluarga digambarkan dengan baik dan menyentuh.

Film ini menyajikan gambaran secara kronologis waktu bencana mulai terjadi dan bagaimana mereka menyikapi hal ini. Mendaki puncak gunung tertinggi di dunia ini benar-benar seperti melewati ladang ranjau. Salah langkah dan tanpa persiapan, bersiaplah untuk pindah alam kehidupan.

Direkomendasikan bagi para penggemar film menegangkan dan outdoor yang diilhami dari kisah nyata. Wajib buat para pendaki gunung agar kita tidak meremehkan dalam pendakian puncak gunung apapun, seberapapun tingginya.

Ada yang bertanya mengapa orang rela bayar mahal dan beresiko mati demi mencapai puncak Everest, seperti digambarkan dalam salah satu dialog dalam film itu. Buat apa coba? Menurut saya hal ini sejalan dengan teorinya Maslow. Ketika kebutuhan dasar untuk makan dan minum terpenuhi, keamanan sudah didapat, cinta dan dicintai, dihargai oleh sesama, maka kebutuhan berikutnya adalah aktualisasi diri, yaitu ketika manusia mengejar kreativitas, mencari makna dalam kehidupan, kebanggaan akan prestasi diri, dst. “What a man can be, he must be.” Para pendaki itu tahu apa yang mereka akan hadapi, dan mereka juga tahu apa yang akan mereka capai bila goal mereka terpenuhi.

Saksikan trailernya di sini.

Jake Gylenhaal lagi laris. Semalam pas midnight ada dua film yang ia mainkan. Everest dan Southpaw, tentang petinju. Pemain gaek Josh Brolin juga main di sini. Keira Knightley juga menjadi pemanis dalam film ini, tidak boleh dilewatkan aktingnya yang menawan.

Filmnya panjang, 2.5 jam. Pastikan perbekalan Anda cukup. Jangan sampai dehidrasi atau kekurangan makanan ketika menonton. Cukup di film yang terjadi tragedi, jangan di dalam gedung bioskop.

Selamat menonton.

Diterbitkan oleh wisnuwidiarta

Hi, my name is Wisnu Widiarta. I am a movie lover and love traveling especially camping and doing outdoor activities. Coding and problem solving in general are things I love as well.

17 tanggapan untuk “Everest (2015)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: