Berkaitan dengan penghargaan dari Asian Banker terkait dengan pekerjaanku, aku dan beberapa kolega lainnya dikirim ke Bangkok untuk menghadiri seremonial penyerahan penghargaannya dan juga mengikuti seminar terkait perbankan di Hotel Grand Centara. Setelah sholat subuh tadi pagi, taksi Blue Bird yang sudah kupesan sorenya, langsung membawaku ke Bandara Internasional Soekarno Hatta via belakang. Alhamdulillah jalanan masih lancar. Seperti biasa, aku ngobrol dengan supirnya yang menceritakan lika-liku hidupnya. Menurutku cukup menarik sehingga aku mungkin akan menuliskannya dalam bentuk cerpen di postingan terpisah.
Sampai di bandara, langsung mengambil jatah Starbuck 1 Rupiah, komplementer dari salah satu kartu kreditku. Karena masih lama setelah check ini bagasi di counter Garuda dan melewati imigrasi, aku dan teman-teman kantor ngadem sambil sarapan di lounge, gratis lagi dengan kartu kredit Panin Platinumku.
Perjalanan yang cukup panjang sekitar 2 jam 55 menit (hampir 3 jam) aku habiskan dengan berdoa (nomor satu ini mah), mendengarkan lagu Jason Mraz, menonton kembali I am Legendnya Mas Will Smith, dan membaca sekilas tentang Thailand. Sebelum keberangkatan juga memang aku pelajari dulu sekilas kebudayaan dan adat istiadat di sana. Dari yang aku baca, karena negaranya monarki (kekerajaan), maka simbol raja sangat dikultuskan. Bahasanya sangat kompleks. Mereka membedakan gender, terutama dari penuturnya. Jadi kalau pembicaranya lelaki, maka kalimat yang diucapkan berbeda jika yang mengucapkannya wanita. Bahasa Thailand juga bersifat tonal, artinya intonasi yang berbeda pada suatu kata yang sama akan menghasilkan arti yang berbeda pula. Coba tengok situs ini untuk mencoba melihat betapa sulitnya mempelajari bahasa Thailand.
Itu dari segi bahasa. Dari segi sopan santun, jangan sekali-kali duduk dengan kaki menunjuk ke orang lain karena akan dianggap sangat menghina. Jadi pastikan kalau duduk mengangkat kaki atau lesehan di lantai, kakinya jangan menunjuk ke seseorang karena dianggap tidak sopan. Bahkan patung MacD di sini tidak duduk mengangkat kaki seperti di tempat lain di dunia ini namun berdiri sambil menyatukan kedua tangan di dada.
Rata-rata biaya hidup di Bangkok lebih rendah daripada di Jakarta. 1 Bath hampir ekuivalen dengan 300 rupiah. Kalau mau dibandingkan Jakarta lebih mahal. Bisa dilihat dari menu di KFC, pulsa isi ulang (45-60 ribu bebas BB service seminggu), dan taksi. Singapur masih berasa mahal dibandingkan Jakarta dan Bangkok.
Lalu lintasnya mirip Jakarta. Seat belt belum jadi kesadaran. Macetnya sih parahan Jakarta secara infrastruktur dan transportasi Jakarta masih ketinggalan dibandingkan Bangkok. Semoga juragan DKI berikutnya bisa nyusul kemajuan negara tetangga.
Berikut foto-foto yang diambil dengan 15-8+ 550D dan Torch 2 cam dig.