Tulisan ini saya buat setelah berulang kali mendengar komentar teman yang frustrasi setelah menonton sebuah film yang menurut saya berbobot, menarik, berkualitas, atau minimal ada sesuatu yang bisa kita ambil di dalamnya. Saya berusaha tidak memberikan akhir cerita dari film yang saya ambil contohnya di bawah ini. Jika Anda sangat sensitif, skip saja tulisan ini.
“Bro, udah nonton film Whiplash?”
“Udah.. kagak suka saya film itu.. akhirnya kok nggantung gitu…”
“Bro udah nonton film English Patient?”
“Ah ngantuk.. ngomong doang…”
“Eh.. Truman Show udah nonton?”
“Ah filmnya aneh.. lima menit aku tonton trus ku tinggal pergi..”
“Birdman udah liat?”
“Eh itu endingnya kok enggak jelas sih? Sebenarnya dia itu ke atas atau ke bawah?”
Tapi kalau film action, komentarnya hampir seragam..
“Transformers udah nonton?”
“Gileee keren abisss!!”
“Kingsman udah nonton?”
“Wah seru bingits!”
Saya tahu bahwa setiap orang punya kesukaan filmnya sendiri-sendiri. Ada yang gak suka drama, gak suka horor, gak suka India, Korea, Thailand, dst. Ada yang sudah mencoba film drama tapi masih gak ngerti juga, dan bingung kenapa ada orang yang menghargainya. Dipuji kritikus di Rotten Tomatoes (RT) atau IMDB, tetapi ternyata kok filmnya biasa saja.
Saya akan mencoba menjelaskan mengapa saya bisa menikmati film drama, dan hampir selalu bisa sependapat dengan mayoritas para kritikus di RT. Berikut ini adalah algoritma saya ketika mau menonton sebuah film pada umumnya:
1. Cek filmnya di Rotten Tomatoes atau IMDB, atau minimal tonton trailernya
Misal saya mau menonton Birdman. Langsung Google: Rotten Tomatoes Birdman

Kalau dilihat di Tomatometer, film Birdman mendapat rating kritikus CERTIFIED FRESH. Artinya para kritikus film yang memberikan acungan jempol dan menyukai film Birdman di atas 60%. Jika kurang dari 60% masuk kategori ROTTEN alias busuk. Apakah FRESH pasti “bagus” dan “ROTTEN pasti “jelek”? Seringnya demikian dalam sudut pandang tertentu, meski tidak selalu. Kritikus sendiri ada yang berbeda pendapat. Contoh di atas menunjukkan bahwa ada sekitar 7% yang tidak menyukai film ini. Namun mayoritas kritikus menyukainya. Ini salah satu indikasi bahwa ada sesuatu yang menarik bagi para kritikus film, orang-orang yang setiap hari kerjanya mengulas film, yang jelas tidak bisa dipandang remeh. Kalau filmnya dianggap busuk maka gambarnya tomat hijau pecah seperti dilempar ke tembok.
Kita lihat gambar popcorn merah di bagian Audience Score, artinya dilihat dari para penonton awam yang memberikan ulasannya di situs ini. Popcorn merah artinya penonton awam suka. Kalau tidak suka gambarnya popcorn hijau yang tumpah.
Mari kita lihat contoh film yang dianggap buruk atau tidak menarik:

Per Februari 2015, ada lebih dari 2.5 juta film yang tersimpan di IMDB. Film terus diproduksi tiap hari. Semakin lama, ide baru yang menarik semakin berharga. Saya melihat kecenderungan bahwa semakin unik suatu film, semakin sulit mencari film yang sejenis yang sebelumnya beredar, maka filmnya semakin FRESH (idenya segar) di RT. Semakin klise sebuah film, terlalu banyak film serupa yang sebelumnya diputar, maka semakin ROTTEN (busuk atau membosankan) dia. Maka untuk bisa memahami mekanisme ini, jam terbang nonton Anda sangat penting. Jika Anda melihat sebuah film yang menurut Anda menarik namun dinilai busuk oleh para kritikus, mungkin film serupa jarang Anda tonton sebelumnya. Kalau hal ini terjadi, mungkin rating dari penonton awam akan membantu (popcorn meter). Biasanya rating sebelah kanan lebih menunjukkan rata-rata kepuasan penonton awam terhadap suatu film. Jika keduanya tinggi maka semua sepakat filmnya menarik, dan layak untuk ditonton. Jika rating kritikus tinggi namun rating penonton rendah, biasanya gagasannya menarik tapi eksekusinya tidak umum atau melelahkan penonton pada umumnya. Jika kritikus memandang rendah tapi penonton memberi rating tinggi, biasanya filmnya klise atau sudah banyak yang serupa, namun eksekusinya menarik hati penonton pada umumnya. Dan jika kritikus dan penonton sama-sama memberikan nilai rendah seperti halnya film TMNT di atas, maka film ini bisa dihindari atau jika Anda terpaksa harus menontonnya karena alasan tertentu, siapkan ekspektasi Anda. Yakinkan dalam hati, saya mau menonton yang dicap jelek. Saya mempersiapkan diri saya untuk tidak kecewa. Sering kali seseorang mengatakan JELEK setelah menonton sebuah film dikarenakan ekspektasi sebelum menonton dengan setelah menonton terdapat jurang yang cukup lebar. Intinya, untuk mengurangi efek kejutan seperti ini, biasakan sebelum menonton sebuah film kita lihat dahulu ratingnya di Rotten Tomatoes atau IMDB. Jika Anda tidak terlalu khawatir dengan trailer sebuah film, menonton trailernya di Youtube mungkin bisa membantu sekilas apa yang bakalan Anda dapatkan sebelum menonton filmnya. Seiring bertambahnya jam terbang film Anda, Anda akan hampir selalu benar dalam memprediksi kualitas sebuah film hanya dengan melihat trailernya.
2. Lihat portfolio orang yang terlibat dalam filmnya
Terkadang sebuah film diputar di bioskop kita, sementara di Amerika sendiri belum diputar. Hal ini biasanya dikarenakan sebuah film diprediksi meledak di pasaran sehingga negara yang pembajakannya tinggi didahulukan agar banyak orang sudah menontonnya di bioskop, dan bukan mendapatkan salinan bajakannya. Tanggal tayang sebuah film di berbagai negara bisa dilihat di IMDB.COM. Jika kasus ini yang terjadi, kita bisa memprediksi sebuah film dari:
- Siapa dalangnya. Dalang di sini berarti sutradara, produser, atau penulis naskah cerita aslinya. Lihat sutradaranya pernah membintangi film apa saja. Ini bisa dilihat di IMDB. Jika sutradaranya pernah membuat film yang kita sukai, maka besar pula kemungkinan kita juga akan menyukainya. Produser atau penulis naskah cerita juga bisa memberikan petunjuk filmnya layak tonton atau tidak. Biasanya kalau sutradaranya masuk dalam daftar favorit, saya tidak segan-segan untuk menontonnya. Masing-masing sutradara punya ciri khasnya masing-masing.
- Siapa para aktor dan aktrisnya. Jika tidak ada yang terkenal (dengan asumsi Anda cukup mengenal banyak aktor dan aktris), maka belum tentu filmnya bagus. Periksa lagi aktor/aktris utamanya pernah membintangi film apa saja. Aktor kaliber kelas Meryl Streep tidak akan memainkan film kacangan. Dia dan agennya pasti pilah-pilih film untuk diperankan.
3. Untuk film drama, cobalah membayangkan Anda menjadi karakter utamanya
Untuk film aksi atau film dengan visual efek, you can say it is all about you. Anda boleh memaki kalau visual efeknya hancur-hancuran. Anda boleh menggerutu kalau aksinya cemen atau sangat buruk. Itu sudah resiko pembuat filmnya. Anda ingin dihibur dan dimanjakan oleh sutradaranya. Jika ada film perang terus actionnya memble, wajar Anda kecewa. Jika Anda menonton film visual efeknya sangat kentara buatan komputer, Anda akan mudah mencibirnya. Intinya pembuat film lebih bertanggungjawab untuk memuaskan Anda. Untuk menghibur Anda. Namun menurut saya, berbeda halnya dengan film drama. Untuk film drama, it is all about the character or the story telling. Film drama itu dibuat agar kita bisa menyelami perasaan karakter utamanya atau bagaimana sebuah cerita digulirkan. Jika ia mengalami sesuatu yang tragis, kita diajak ikut sedih bersamanya. Kita diajak berempati. Kita diajak berdiskusi, seandainya kita jadi dia, apa yang akan kita lakukan? Akankah kita lebih kuat? Atau lebih lemah? Film seperti ini mungkin tidak menghibur kita, namun memberikan pelajaran dalam kehidupan bagi kita. Kita diajak berpikir. Kita diajak berkontemplasi. Saya sedih kalau mendengar orang yang mengatakan: ah saya tidak suka nonton yang membuat saya berpikir. Waduh.. kita kan dikaruniai otak untuk berpikir. Film itu jenisnya banyak. Tidak semua ditujukan untuk menghibur. Ada film yang ditujukan untuk kita berpikir, untuk belajar dalam kehidupan, untuk mengenal sejarah, budaya, perasaan manusia, dan seterusnya. Semakin kaya kita akan perbendaharaan emosi, budaya, sejarah, dan perasaan manusia, kita akan semakin menghargai sesama. Kita akan mudah bertoleransi kepada sesama. Terkadang kita disentil atau disindir tentang hubungan kita dengan orang tua, pasangan hidup, anak, atau sesama kita. Lewat film drama lah biasanya ini semua kita dapatkan.
Dalam film Birdman, kita diajak menyelami menjadi seorang aktor tua yang dulu mudanya sukses sebagai superhero, kini mempertaruhkan segalanya untuk bisa kembali diterima dalam dunia hiburan melalui panggung Broadway. Castingnya kebetulan tepat sekali. Michael Keaton adalah aktor gaek yang dulu membintangi Batman, dan kini mencoba kembali tampil dengan kualitas akting yang lebih prima.
Dalam film Life is Beautiful, Roberto Benigni mengajarkan cinta kasih seorang Ayah yang begitu besar kepada anaknya hingga ia mengorbankan hidupnya.
Dalam film Whiplash, kita melihat bagaimana seseorang mengejar renjananya begitu keras sehingga ia mengorbankan cinta dan waktunya demi karis sepenuhnya. Kita juga melihat seseorang yang begitu ingin orang lain mengejar renjananya semaksimal mungkin dengan mengorbankan hubungan sesama manusia untuk saling menghargai dan menghormati.
Dalam film The Grand Budapest Hotel kita belajar tentang nilai-nilai persahabatan yang dijunjung tinggi hingga akhir hayat.
Dan seterusnya, dan seterusnya…
4. Menonton film (drama) butuh kesabaran
Cara penuturan sebuah film, antara seorang sutradara dengan sutradara lainnya berbeda-beda. Ada yang di awal temponya lambat, berangsur cepat ke belakang, ada yang konstan lambat, ada yang suka temponya cepat, ada yang menyukai twist atau kejutan di belakang, dan seterusnya. Jika kita yakin sebuah film mendapatkan rating tinggi dari kritikus, pastikan Anda siapkan semangkok kesabaran dalam menontonnya.
Kita lihat Truman Show contohnya. Jika Anda tidak sabar, dalam 5 menit mungkin Anda matikan DVDnya atau ganti channel TV Kabel atau Anda tinggalkan bioskopnya. Birdman juga demikian. Di awal tampaknya tidak menarik, namun seiring berjalannya waktu, kita melihat karakter utamanya bagaimana, dan konflik apa yang sedang ia hadapi. Memento besutan Christopher Nolan menggunakan alur mundur maju yang sangat kompleks, di mana Anda mungkin harus menonton lebih dari sekali untuk memahaminya, atau menggunakan DVD dan memajumundurkan filmnya. Quentin Tarrantino di film Pulp Fiction juga menggunakan alur maju mundur yang tidak biasa, yang akan membingungkan buat penonton yang tidak fokus atau tidak sabaran.
5. Menonton film butuh fokus
Selain kesabaran, Anda juga harus fokus untuk menikmati sepenuhnya karya seni. Itulah mengapa menonton di bioskop lebih menarik daripada menonton di rumah yang banyak gangguannya. Semakin kompleks sebuah film, semakin dibutuhkan kefokusan dalam menontonnya.
6. Belajar ikhlas menerima akhir sebuah film
Jika Anda menonton Basic Instinct, adegan terakhirnya yang menggantung harus bisa Anda terima secara ikhlas. Adegan film menggantung tidak mengharuskan kita mengatakan PASTI AKAN ADA SEKUELNYA. Bisa ya, bisa tidak. Namun kita harus belajar menerima dengan ikhlas akhir sebuah film atau bagaimana sutradara mengakhiri filmnya. Fokus pada apa yang ingin disampaikan sutradaranya, bukan pada sekedar bagaimana film berakhir. Film drama adalah film untuk belajar. It is about the message that is being conveyed by the director. It is about the main character. It is not about you, Dear Audience! Jangan terlalu dipusingkan dengan bagaimana film berakhir, namun fokus pada pesan apa yang ingin disampaikan sutradaranya. Film adalah dongeng adalah sebuah tutur sebuah kisah. Dalangnya pasti punya maksud dalam menuturkan kisahnya itu. Itulah yang wajib kita cari, wajib kita pikirkan, wajib kita renungkan. Keindahan atau harta karun dari hikmah sebuah film jauh lebih berharga daripada akhir sebuah film. Memang ada film yang endingnya memuaskan, tapi ada juga yang menggantung. Untuk yang menggantung, ada yang memang sutradaranya mengembalikan kepada kita, akhirnya mau bagaimana. Apakah akhirnya A atau B, tergantung kita aliran optimis atau pesimis. Tergantung kita ingin cerita itu berakhir bagaimana. Inilah film yang sutradaranya melibatkan kita menentukan akhir ceritanya. Sebut saja film Shutter Island karya Martin Scorsese yang memberikan akhir yang ambigu. Apakah Leonardo waras atau gila. Tentu saja beberapa petunjuk diberikan dalam film untuk kita temukan. Lihat saja film Inception karya Nolan, apakah Leonardo bermimpi sepanjang film, atau sadar di akhir film. Para sineas film itu menikmati karyanya diperdebatkan dan dipergunjingkan di media sosial oleh banyak penggemarnya. Semakin ramai dibicarakan dan diperdebatkan, semakin senang sutradaranya. Peluang filmnya makin laku makin besar. Intinya, nikmati proses sebuah film, cari hikmah dan pesan yang ingin disampaikan, dan ikhlas menerima akhir filmnya. Jangan berikan nilai akhir yang rendah hanya karena akhir filmnya tidak sesuai dengan yang Anda inginkan. Berikan nilai sesuai dengan the whole experience, termasuk nilai yang terkandung di dalamnya.
Terakhir, saya ingin mengutip kata-kata Kong Fu Tse (Confusius) :
Everything has its own beauty, but not everyone sees it
Selamat menonton, selamat menjadi penonton cerdas.
saya nonton nggak banyak pertimbangan…. soalnya hampir semua nontonnya di PC
SukaSuka
Semua genre bisa masuk, Mas?
SukaSuka
saya kurang suka dengan genre drama. kalau drama komedi masih masuk
SukaSuka
ok sip
SukaSuka
Saya termasuk penonton film drama. Ya memang perlu perjuangan tersendiri sih buat nonton drama-drama hollywood ini. Biasanya juga ngecek film ke rotten tomatoes dulu baru ke imdb
SukaSuka
Mantap, Mbak!
SukaSuka
Salah satu yang saya setuju,,, Grand Budapest Hotel emang bagus mas….
SukaSuka
iyaaa… aku suka banget ama Wes Anderson sejak Moonrise Kingdom yang menggunakan story telling yang sama.
SukaSuka
Setuju, mas Wisnu, saya juga cenderung nanya IMDB.
Saya penikmat genre thriller / crime-drama, merasa terhibur kalo filmnya bikin tegang 🙂
Disamping itu mengoleksi film dokumenter dan film pendek.
SukaSuka
wah adrenaline lover yaaaa.. samaaaaa… apalagi film horor hahaha
SukaSuka
Wah sama, hahaha, supaya dapat sensasinya biasanya saya menonton dalam suasana rada gelap … hanya lampu 5 watt yg menyala 🙂
SukaSuka
Blair Witch Project saya tonton dalam keadaan gelap gulita jam 12 malam… Cara kita sama berarti yaaaa hahaha
SukaSuka
Allow mas bro,
Gw juga seringnya sebelum nonton ngecek IMDB dulu, walaupun sebenarnya bisa counter-productive juga. Maksudnya adalah ekspektasi ataupun persepsi kita jadinya sudah terbentuk krn IMDB ataupun RT dan bikin kita ga bisa ngeliat film tersebut dari persepsi yang tidak bias.
Ekspektasi maupun persepsi pun juga bisa terbentuk karena faktor2 sutradara, pemain, bahkan cerita baik yg bersumber dari novel ataupun real life. Pernah sekali punya ekspektasi yang tinggi sekali terhadap film Madre, karena diadaptasi dari novelnya dee, tapi ternyata gw terpaksa keluar di tengah film krn ga tahan ngeliat ceritanya dee di rusak sama film tersebut.
Jadi bagaimanapun susah untuk ga punya ekspektasi ataupun persepsi awal yang bikin tidak bias walaupun bisa coba di tekan. Sekarang gw pake IMDB cuma untuk filter ajah, mau nonton di bioskop harus score 7 keatas. “Copy” dari harddisk temen, minimal 6 keatas, dibawah itu cuma menuh2in harddisk ajah 🙂
[a]
SukaDisukai oleh 1 orang
setuju Mas Akbar
SukaSuka
bener, biasanya kalau ga nonton trailernya dulu malah rasa penasaran belum tentu terpantik.
SukaDisukai oleh 1 orang