“Selamat Siang Pak Agus. Boleh minta izin untuk wawancara?”
“Siang. Anda siapa?” tanya Agus setengah kaget di tempatnya beristirahat di siang yang cukup panas itu.
“Saya Randi dari Jawa Pos tertarik dengan kisah Bapak. Kalau Bapak tidak berkeberatan saya ingin memuat kisah Bapak di kolom khusus media kami.”
“Baiklah. Saya mulai dari mana ya?”
“Terserah Pak Agus saja, nanti kalau ada yang ingin saya tanyakan akan langsung saya tanya saja.”
“Ceritanya bermula bertahun-tahun yang lalu, ketika saya dan Yunita sedang mendapat pelajaran mengarang dari guru Bahasa Indonesia ketika kami masih duduk di bangku SMA. Karangan kami berdua menjadi karangan terbaik di kelas waktu itu. Selama satu bulan penuh karangan kami dipasang di majalah dinding sekolah dan menjadi pembicaraan semua murid dan guru. Sejak saat itu saya bertambah dekat dengannya dan mulai berpacaran. Setahun setelah lulus SMA kami berdua menikah dan dikarunia seorang anak. Dua tahun kemudian Yunita mulai bekerja, dan sejak saat itu masalah mulai timbul.”
“Apakah ada keterlibatan orang ketiga, Pak?” sela Randi.
“Oh tidak. Justru Yunita sangat setia kepada saya. Dia mulai sakit-sakitan. Dokter sampai kebingungan mendiagnosa penyakitnya. Saya bolak-balik mencari pengobatan alternatif berbulan-bulan. Puluhan kota sudah saya datangi. Akhirnya Allah SWT memiliki kehendak lain. Istri saya dipanggilNya dalam usia yang masih muda.”
“Saya mendapat kabar bahwa Bapak mengunjungi makam Yunita setiap hari Jumat sore. Apakah benar?”
“Benar Mas. Saya begitu mencintainya. Meski hubungan kami bisa diibaratkan bagai dongeng semusim, namun kesetiaan dia yang begitu besar tidak akan pernah bisa saya lupakan. Saya selalu bawa sekuntum mawar berwarna peach kesukaannya dulu. Makamnya selalu saya bersihkan. Doa selalu saya panjatkan agar ia diampuni dari segala dosa dan diterima semua amal ibadahnya.”
“Setiap minggu, Pak? 52 kali dalam setahun?” tanya Randi.
“Iya, Mas. Setiap minggu saya tidak pernah absen. Sebagaimana dia tak pernah absen ketika dia melayani saya.”
“Apa kenangan indah bersamanya sewaktu Yunita masih hidup, Pak?” tanya Randi.
Agus terdiam sejenak. Tampak di sudut matanya ada setitik air mata menunjukkan kesedihannya yang mendalam.
“Saya pernah kesulitan modal untuk dagang. Yunita tanpa ragu menawarkan seluruh perhiasan dan tanah warisan dari ayahnya untuk dijual untuk menambah modal saya. Nyaris saya masuk hotel prodeo difitnah rekan dagang saya, namun dia yang meyakinkan banyak orang bahwa saya tidak bersalah. Dia bagaikan purnama yang sempurna bagi hidup saya. Namun Allah SWT lebih menyayanginya, sehingga dia kembali pada Sang Pencipta mendahului saya.”
Randi dapat merasakan betapa besar cinta Agus kepada Yunita. Ia mulai mencoret-coret di buku kecil yang ia bawa.
“Oh ada tamu rupanya?” seorang wanita cantik muncul dari dalam rumah.
“Oh.. Bu.. ini kenalkan Mas Randi, wartawan dari Jawa Pos,” kata Agus memperkenalkan.
Randi menatap Agus. Kebingungan.
“Ini istri kedua saya. Setahun setelah Yunita pergi, saya menikah lagi dengan Riana.”
“Saya ambil minum dulu ke dalam ya Mas” ijin Riana pada Agus.
“Istri ketiga saya sedang mengantar anak Yunita belanja di mal.”
“Ja.. jadi Mas Agus sekarang berpoligami?”
“Ya, Mas.”
Randi sontak menjadi salah tingkah. Ia bingung artikel apa yang ia mesti tulis. Suami yang begitu mencintai istrinya atau contoh lelaki yang sukses berpoligami.
Terlalu kental khayalannya, wong Aa-Gym si “penjaga hati” saja sempat ribut dengan istri pertama ketika poligami. Terlalu sulit untuk dibayangkan.
SukaSuka
Eh di medsos lagi beredar tuh poligami tiga istri yang rukun dan adem ayem hahaha
SukaSuka
Wow…. 😀
Yg bikin rame biasanya media massa
SukaSuka
Ama medsos Mas
SukaSuka
kok ceritanya ngambang mbah……
SukaSuka
Memang ini flashfiction. Ceritanya kebingungan seorang jurnalis dalam meliput berita seseorang yang di luar ekspektasinya.
SukaSuka