Film terbaru Joko Anwar ini membuatku penasaran. Setelah puas dengan besutannya di Pintu Terlarang, tentu saja aku tergerak untuk mencicipi karyanya yang paling gres. Iklannya ada di mana-mana, bahkan posternya dipasang di KRL Commuter Line yang aku naiki setiap hari.
Filmnya bercerita mengenai seorang lelaki yang bangun dari timbunan tanah di tengah hutan. Ia lupa akan jati dirinya dan berusaha mencari tahu siapa dia dan mengapa ia ada di sana. Satu demi satu petunjuk ia ikuti hingga akhirnya ia mengetahui siapa dirinya.
Filmnya tergolong suspense thriller, dengan pengambilan gambar yang shaky agar penonton diajak merasakan kepeningan si tokoh yang kebingungan di tengah hutan. Film yang idenya cukup cerdas ini bukannya tanpa anomali. Sebenarnya akan lebih baik kalau tidak ada telepon sama sekali dalam cerita ini. Adanya telepon justru menjadi plot hole yang bisa merusak cerita. Hal lain adalah penggunaan bahasa Inggris yang kurang luwes diucapkan para pemainnya. Dengan tampang Asia, semua pemainnya jadi terlihat kagok menggunakan Bahasa Inggris. Mungkin Joko mempersiapkan film ini di kancah dunia internasional agar tanpa perlu dibuat subtitlenya. Hasilnya justru kurang believable buat penonton Indonesia.
Idenya sekali lagi menarik, menyimpan twist di belakang, namun story tellingnya bisa dibuat lebih baik. Beberapa adegan di dalam gudang dan cara bercanda Marsha Timothy dan Surya Saputra kurang meyakinkan. Syuting yang cuma dua minggu seperti dikejar setoran. Pintu Terlarang jauh lebih meyakinkan dan membuat penasaran.
Buat saya 6/10, berasa sangat pendek, lumayan untuk tontonan alternatif.
